Salam Pramuka!
Keberadaan Gerakan Pramuka dipandang
merupakan suatu gerakan kepemudaan yang diproyeksikan untuk membentuk mental
pemuda menjadi sosok yang migunani sesuai dengan tingkat umur dan
kecakapan yang telah ditempuhnya.
Sayangnya paradigma itu kini telah
mengalami pergeseran seiring dengan munculnya kegiatan yang senada dengan tanpa
uniform dan aturan yang jelas yang mungkin membuat membernya tidak bebas. Lain
halnya dengan Gerakan Pramuka yang memiliki AD dan ART yang jelas dan disyahkan
oleh pemerintah, memiliki kepengurusan yang juga jelas mulai dari gugus depan
sampai Nasional.
Fenomena yang terjadi pada lapisan
paling depan -yang saya maksud adalah gugus depan-, sangat dipengaruhi oleh
minat atau peran Kepala Sekolah yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pembimbing
Gudep (eks oficio) melekat pada jabatannya. Sehingga seberapa banyak pemahaman
seorang Kepala Sekolah sangat berpengaruh terhadap kegiatan (baca :
perkembangan) kepramukaan di gugus depannya. Jika seorang Kepala Sekolah pernah
mengalami president buruk selama menjadi peserta didik (terutama kaitannya
dengan kepramukaan) maka hal ini akan berpengaruh pada policynya
terhadap kegiatan kepramukaan di sekolah yang dipimpinnya. Jadi kalau boleh
saya katakan jika Kepala Sekolah tidak suka dengan gerakan pramuka maka praktis
tak akan ada ijin untuk berkegiatan, entah mungkin dianggap kegiatan yang tidak
berguna, latihaaan terus kapan prakteknya?, menghambur-hamburkan uang dan masih
seabrek alasan lain untuk meniadakan kegiatan kepramukaan.
Sayangnya lagi seorang Kepala
Sekolah tak juga merasa penasaran untuk meluruskan pemahamannya dengan mencari
tahu aturan yang benar tentang kepramukaan itu. Sepertinya apriori yang salah
tetap menjadi pegangan bagi dirinya kalau Pramuka itu tidak bermanfaat.
Saya sangat merasa prihatin melihat
kenyataan sekarang ini, ketika peserta didik justru dibiarkan menganggur tanpa
diisi dengan hal yang lebih bermanfaat. Atau memberikan peluang beraktifitas
tetapi tidak memahami rambu-rambunya, jadi semua di’iya’ni saja tidak dibenarkan
apabila salah.
Lho kok jadi Kepala Sekolah yang
ketiban palu ya? Itulah realitas!
Kemah, kenapa sih kemah segala?
Kebetulan saya adalah salah satu
pramuka yang mendapatkan pendidikan kepramukaan sejak siaga sampai dengan penegak sesuai dengan didaktik metodik kepramukaan, jadi tak ada mindset miring
di kepala saya, dari kegiatan gugus depan, ranting, cabang, daerah dan nasional
sudah saya alami, jadi ya lumayan lengkap buat referensi khususnya untuk diri
saya sendiri.
Salah satu kegiatan yang merupakan
kegiatan besar adalah kemah, entah itu persami, kemah bhakti, ataupun kemah
lainnya. Biasanya perkemahan diadakan sebagai penutupan kegiatan selama satu
tahun, atau rutinitas lainnya. Materinya pun disesuaikan dengan tingkat
kompetensi yang perlu dikuasai. Biasanya merupakan penilaian dari kegiatan yang
sudah dilaksanakan selama satu tahun berjalan.
Sayangnya, kegiatan perkemahan juga
sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau jam terbang para sangga kerjanya dan
pembinanya. Kualitas kegiatan, nilai-nilai yang ditanamkan, pengaturan jadwal,
layout bumi perkemahan, tata administrasi, satuan terpisah, diversifikasi
kegiatan dan lain lain.
Banyak manfaat yang dapat dimaknai
dari kegiatan kemah, diantaranya :
A. Bagi Peserta Didik
- Melatih kemandirian, tanggung jawab, kerja sama, empati, disiplin.
- Berani dipimpin dan memimpin
- Membiasakan diri mendahulukan kepentingan bersama daripada individu
- Melatih mengendalikan emosi, karena semua capek, lapar dan ngantuk
- Melatih diri menahan hawa sombong, congkak, iri, pamer
- Latihan hidup sederhana
- masih banyak lagi yang lain
B. Bagi Sangga Kerja :
- Melatih ketrampilan memimpin
- Melatih mengatasi masalah, konflik
- Melatih mengelola dan mengatur orang lain
- Bertanggung jawab terhadap jadwal yang sudah direncanakan
- Berlatih berkomunikasi dengan masyarakat, mempraktikkan ilmu administrasi, tata tulis, logika
- Masih banyak lagi yang bisa diperoleh
Sebagai seorang pembina pramuka kita
juga dapat menilai seperti apa sebenarnya kepribadian anak/peserta didik.
Karena pada saat berkemah akan nampak seperti apa sejatinya seseorang itu. Yang
biasa bersolek, maka dia juga hanya akan bersolek, yang biasa membantu orang
tua di rumah, maka dia pasti dapat menyelamatkan teman-temannya dari kelaparan,
yang biasanya teriak lapaaaarrrrrrrr, ya ketika dia tak kebagian nasi maka dia
juga hanya akan menangis kelaparan bukannya nyalain kompor untuk masak. Tak
lupa pula yang biasa ngebo maka diapun akan tertidur dengan dengkurannya.
Lantas bagaimana membuat acara
berkemah dapat berkesan?
Sebaiknya, kegiatan kemah perlu
dipersiapkan dengan matang, tak cuma yang penting kemah!
Dalam berkemah seharusnya eh
sebaiknya merupakan kegiatan penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan latihan
yang telah ada, bukan arena perpeloncoan, atau arena gojlokan!
Sangga kerja harus mampu memilih
jenis kegiatan yang mampu mengekplorasi kompetensi regu/sangganya. Misalnya
kegiatan pentas seni. Bagaimana upaya sangga kerja agar para peserta kemah
sudah mempersiapkan dengan baik jenis pentas yang akan dipentaskannya kelak. Biasanya
acara api unggun -yang merupakan puncak acara- akan dihadiri oleh warga sekitar
bumi perkemahan untuk menonton pentas seni. Jadi harus dibuat meriah dan
tentunya tingkat keamanannya juga siaga penuh!
Tak heran acara api unggun selesai
paling cepat pukul 12 malam, nah karena acara ini betul-betul merupakan acara
untuk melepas penat, lelah selama berkemah, istilahnya cooling down! Lha kalau
ada acara api unggun kok selesai jam 21 lantas dimana suguhan untuk
masyarakatnya ya? Berarti tak ada kreatifitas seni yang dilatih kalau begitu!
Sayangnya lagi kadang-kadang orang
yang belum pernah mengikuti kemah yang ‘benar’ turut andil dalam menentukan
acara, jadi kegiatannya tidak berkualitas!